Selasa, 09 April 2013

HUKUM PERJANJIAN



HUKUM PERJANJIAN

A.     Standar Kontrak
Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Menurut Treitel, “freedom of contract” digunakan untuk merujuk kepada dua asas umum (general principle). Intinya adalah bahwa kebebasan berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak untuk menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak ingin membuat perjanjian.

Macam-macam kontrak atau perjanjian Tentang jenis-jenis kontrak KUHP:
1.      Kontrak timbal balik, merupakan perjanjian yang didalamnya masing-masing sebagai kreditur dan debitur secara timbal balik, kreditur pada pihak yang satu maka bagi pihak lainnya adalah sebagai debitur, begitu juga sebaliknya.
2.      Kontrak sepihak, merupakan perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu untuk berprestasi dan memberi hak pada yang lain untuk menerima prestasi.

Kontrak menurut bentuknya dibedakan menjadi:
1.      Kontrak lisan adalah kontrak yang dibuat secara lisan tanpa dituangkan kedalam tulisan. Kontrak-kontrak yang terdapat dalam buku III KUHP dapat dikatakan umumnya merupakan kontrak lisan, kecuali yang disebut dalam pasal 1682 KUHP yaitu kontrak hibah yang harus dilakukan dengan akta notaris.
2.      Kontrak tertulis adalah kontrak yang dituangkan dalam tulisan. Tulisan itu bisa dibuat oleh para pihak sendiri atau dibuat oleh pejabat, misalnya notaris. Didalam kontrak tertulis kesepakatan lisan sebagaimana yang digambarkan oleh pasal 1320 KUHP, kemudian dituangkan dalam tulisan.

B.     Macam-Macam Perjanjian
Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan Perjanjian Dengan Beban.
1.      Perjanjian dengan Cuma-Cuma adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
2.   Perjanjian Dengan Beban adalah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.

Perjanjian Sepihak dan Perjanjian Timbal Balik.
1.      Perjanjian Sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja
2.    Perjanjian Timbal Balik adalah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.

Perjanjian Konsensuil, Formal dan, Riil.
1.     Perjanjian Konsensuil adalah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
2.        Perjanjian Formil adalah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk teryentu, yaitu dengan cara tertulis.
3.  Perjanjian Riil adalah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.

Perjanjian Bernama, Tidak Bernama dan, Campuran.
1.  Perjanjian Bernama adalah suatu perjanjian dimana Undang Undang telah mengaturnya dengan kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHPerdata ditambah titel VIIA.
2.      Perjanjian Tidak Bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus.
3. Perjanjian campuran adalah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan.

C.     Syarat Sahnya Perjanjian
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata disebutkan, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu:
1.     Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, artinya bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai perjanjian yang akan diadakan tersebut, tanpa adanya paksaan, kekhilafan dan penipuan.
2.     Kecakapan, yaitu bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian  harus cakap menurut hukum,  serta berhak dan berwenang melakukan perjanjian.
3.     Mengenai kecakapan Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan bahwa setiap orang cakap melakukan perbuatan hukum kecuali yang  oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap.  Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian yakni:
·         Orang yang belum dewasa.

Mengenai kedewasaan Undang-undang menentukan sebagai berikut:
-        Menurut Pasal 330 KUH Perdata: Kecakapan diukur bila para pihak yang membuat perjanjian telah berumur 21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi sudah menikah dan sehat pikirannya.
-       Menurut Pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974 tertanggal 2 Januari 1974 tentang Undang-Undang Perkawinan (“Undang-undang Perkawinan”): Kecakapan bagi pria adalah bila telah mencapai umur 19 tahun, sedangkan bagi wanita apabila telah mencapai umur 16 tahun.
-        Mereka yang berada di bawah pengampuan.
-   Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang (dengan berlakunya Undang-Undang Perkawinan, ketentuan ini sudah tidak berlaku lagi).
-        Semua orang yang dilarang oleh Undang-Undang untuk membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

4.      Mengenai suatu hal tertentu, hal ini maksudnya adalah bahwa perjanjian tersebut harus mengenai suatu obyek tertentu. Suatu sebab yang halal, yaitu isi dan tujuan suatu perjanjian  haruslah berdasarkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan  ketertiban

Syarat No.1 dan No.2 disebut dengan Syarat Subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan  syarat No.3 dan No.4 disebut Syarat Obyektif, karena mengenai obyek dari suatu perjanjian.

D.     Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
1.      Kesempatan penarikan kembali penawaran;
2.      Penentuan resiko;
3.      Saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
4.      Menentukan tempat terjadinya perjanjian

Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.

Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
1.   Teori Pernyataan (Uitings Theorie). Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
2.   Teori Pengiriman (Verzending Theori). Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
3.  Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie). Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
4.  Teori penerimaan (Ontvangtheorie). Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.

E.      Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
1.      Pelaksanaan kontrak
Salah satu pasal yang berhubungan langsung dengan pelaksanaannya adalah pasal 1338 ayat 3 yang berbunyi ”suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan etiket baik”.

Pelaksanaan kontrak harus sesuai dengan asas kepatutan, pemberlakuan asas tersebut dalam suatu kontrak mengandung dua fungsi, yaitu:
a.   Fungsi melarang, artinya bahwa suatu kontrak yang bertentangan dengan asas kepatutan itu dilarang atau tidak dapat dibenarkan
b.      Fungsi menambah, artinya suatu kontrak dapat ditambah dengan atau dilaksanakan dengan asas kepatutan. Dalam hal ini kedudukan asas kepatutan adalah untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan suatu kontrak yang tanpa isian tersebut, maka tujuan dibuatnya kontrak tidak akan tercapai.

2.      Pembatalan perjanjian
Pembelokan pelaksanaan kontrak sehingga menimbulkan kerugian yang disebabkan oleh kesalahan salah satu pihak konstruksi tersebut dikenal dengan sebutan wanprestasi atau ingkar janji.

Wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak.
            Ada tiga bentuk ingkar janji, yaitu :
a.       Tidak memenuhi prestasi sama sekali
b.      Terlambat memenuhi prestasi, dan
c.       Memenuhi prestasi secara tidak sah.

Akibat munculnya wanprestasi ialah timbulnya hak pada pihak yang dirugikan untuk menuntut penggantian kerugian yang dideritanya terhadap pihak yang wanprestasi. Pihak yang wansprestasi memiliki kewajiban untuk membayar ganti rugi kepada pihak yang menderita kerugian.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar