NAMA : INDRI KUSNITA
NPM : 23211618
KELAS : 4EB17
SEJARAH PERKEMBANGAN PROFESI AKUNTAN DI INDONESIA
1.
Sebelum
Kemerdekaan
Profesi akuntan dimulai
sejak abad ke-15 walaupun sebenarnya masih dipertentangkan para ahli
mengenai kapan sebenarnya profesi ini dimulai. Dalam
Sejarah, Indonesia pertama kali mengenal Akuntansi pada masa penjajahan. Namun
yang dipelajari oleh bangsa Indonesia saat itu ialah ilmu tata buku
(bookkepper) yang hanya sekedar mencatat administrasi bisnis tanpa
memperhatikan keperluan pelaporan, pengawasan dan analisa.
Selama masa penjajahan kolonial Belanda yang menjadi anggota
profesi akuntan adalah akuntan-akuntan Belanda dan beberapa akuntan Indonesia.
Pada waktu itu pendidikan yang ada bagi rakyat pribumi adalah pendidikan tata
buku diberikan secara formal pada sekolah menengah atas sedangkan secara non
formal pendidikan akuntansi diberikan pada kursus tata buku untuk memperoleh
ijazah.
Di dalam buku
setengah abad profesi akuntansi yang ditulis oleh Theodorus M Tuanakotta
ditemukan ada 6 (enam) Kantor Akuntan Belanda yang pada masa penjajahan
beroperasi di Indonesia. Kantor Akuntan Belanda itu seperti; (1) Frese &
Hogeweg, (2) H.J. Voorns, (3) E.F. Jahn, (4) H. Grevers, (5) J.P Van Marle, (6)
Mej G. Segall yang tepatnya beroperasi di Indonesia pada tahun 1918 s.d 1941 di
Jakarta, Bandung, Palembang, Semarang, Surabaya, Malang dan Medan. Pada masa
ini tentu saja tidak ditemukan seorang Akuntan asal Indonesia apalagi mengenai
EPA, tetapi setidaknya Indonesia telah mengenal istilah Akuntansi atau lebih
tepatnya Tata Buku "Bookkeeper". Singkatnya bangsa Indonesia belum
memiliki peluang memimpin praktek akuntan di tanah air, namun secara individu
telah menyiapkan dirinya dengan mengikuti pendidikan akuntan yang ada.
2.
Orde
Lama
Setelah Indonesia
merdeka profesional akuntansi di tanah air saat itu masih sangat minim. Hal itu
terjadi karena minimnya perhatian dari pemerintah terhadap Akuntansi mengingat
Indonesia saat itu ditimpa segudang masalah politik-ekonomi pasca menyatakan
dirinya merdeka. Presiden Ir. Soekarno yang anti-kapitalis membuat pelaku
bisnis hengkang dari Indonesia yang juga berdampak ikut hengkangnya para
profesional akuntansi asing. Puncak masalahnya adalah saat Indonesia
mengalami inflasi 650% menjelang akhir masa pimpinan Presiden Ir. Soekarno yang
juga adalah sang proklamator RI. Tidak adanya investasi/pendanaan yang masuk
ditambah dengan minimnya tenaga ahli dalam akuntansi membuat Indonesia lamban
dalam hal membangun ekonominya. Padahal saat itu juga pemerintah sedang
menasionalisasikan perusahaan-perusahaan eks-belanda yang ada di tanah air.
Sejarah
mencatat, setidaknya pada masa orde lama ada beberapa hal penting mengenai
perubahan dalam bidang pendidikan akuntansi seperti pemakaian istilah
Accounting (Amerika) dan Accountancy (Inggris) menggantikan istilah Bookkeeper
(yang diajarkan Belanda) dan juga persyaratan menjadi akuntan yang semula harus
menyelesaikan doktorandus ekonomi perusahaan kemudian diharuskan mengambil mata
kuliah tambahan seperti auditing, akunting sistem, dan hukum perpajakan.
Pada periode ini
telah ada jasa pekerjaan akuntan yang bermanfaat bagi masyarakat bisnis. Hal
ini disebabkan oleh hubungan ekonomi yang makin sulit, meruncingnya persaingan,
dan naiknya pajak-pajak para pengusaha sehingga makin sangat dirasakan
kebutuhan akan penerangan serta nasehat para ahli untuk mencapai perbaikan
dalam sistem administrasi perusahaan. Sudah tentu mereka hendak menggunakan
jasa orang-orang yang ahli dalam bidang akuntansi. Kebutuhan akan bantuan
akuntan yang makin besar itu menjadi alasan bagi khalayak umum yang tidak
berpengetahuan dan berpengalaman dalam lapangan akuntansi untuk bekerja sebagai
akuntan.
Padahal,
pengetahuan yang dimiliki akuntan harus sederajat dengan syarat yang ditetapkan
oleh pemerintah dan juga mereka harus mengikuti pelajaran pada perguruan tinggi
negeri dengan hasil baik. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan peraturan
dengan undang-undang untuk melindungi ijazah akuntan agar pengusaha dan badan
yang lain tidak tertipu oleh pemakaian gelar “akuntan” yang tidak sah. Setelah adanya Undang-Undang No. 34 tahun
1954 tentang pemakaian gelar akuntan, ternyata perkembangan profesi akuntan dan
auditor di Indonesia berjalan lamban. Mengingat terbatasnya tenaga akuntan dan
ajun akuntan yang menjadi auditor pada waktu itu, Direktorat Akuntan Negara
meminta bantuan kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas nama
Direktorat Akuntan Negara.
Sejarah lahirnya
Profesi Akuntan asli Indonesia juga dimulai pada orde lama ini dengan membentuk
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Awalnya, pada 17 Oktober 1957, Prof R
Soemardjo bersama 4 alumnus pertama FEUI yaitu Drs. Basuki Siddharta, Drs
Hendra Darmawan, Drs Tan Tong Joe, dan Drs Go Tie Siem memprakarsai dibentuknya
suatu organisasi akuntan Indonesia. Akhirnya suatu organisasi tersebut diberi
nama Ikatan Akuntan Indonesia yang secara resmi dibentuk pada 23 Desember 1957
beranggotakan 11 akuntan yang ada saat itu, dan kemudian disahkan oleh Menteri
Kehakiman RI pada 24 Maret 1959. Dimana setelah hampir 1 dasawarsa berdirinya
IAI, Indonesia memiliki 12 Kantor Akuntan pada awal tahun 1967.
Selanjutnya di organisasi akuntan Indonesia inilah Etika Profesi Akuntansi dan
Kode Etiknya dibuat bekerja sama dengan pemerintah.
3.
Orde
Baru
Indonesia pada
masa dibawah pimpinan presiden Soeharto menganut sistem perekonomian terbuka.
Terbitnya Undang-Undang tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) menandai era baru pembangunan ekonomi bangsa
Indonesia dimulai. Sebagai konsekuensi dari perekonomian terbuka, Indonesia
banyak kedatangan investasi asing/pendanaan yang masuk dari dunia
Internasional. Hal ini tentu saja berdampak pada kebutuhan akan jasa
profesional Akuntansi. Dan Indonesia kembali kedatangan banyak Akuntan Asing.
Untuk mengatasinya dibuatlah skema joint partnership oleh pemerintah
antara profesional akuntansi asing dengan profesional akuntansi Indonesia untuk
mendirikan Kantor Akuntan Gabungan. Pada November 1967 berdirilah Joint
Partnership pertama di Indonesia dengan nama Kantor Akuntan Arthur Young
(Amerika) & Santoso Hartokusumo. Joint Partnership berikutnya pada Mei 1968
dengan nama Kantor Akuntan Velayo (Filipina) & Utomo.
Kemudian Pemerintah menyusun Etika Profesi Akuntansi ("EPA") dan Kode Etik Kantor Akuntan Gabungan tersebut dimana:
a.
Tidak
boleh mengaudit perusahaan negara (sekarang disebut BUMN) karena Audit atas
perusahaan negara merupakan wewenang Direktorat Akuntan Negara (DAN).
b.
Tidak
diperkenankan meminta fasilitas penanaman modal asing (PMA).
c.
Akuntan
asing yang masuk ke Indonesia harus memenuhi ketentuan Undang-Undang No. 34
Tahun 1954. (isinya dimana merupakan etika dimana seseorang yang menyebut
dirinya akuntan harus memenuhi persyaratan pendidikan akuntan untuk melindungi
kepentingan klien/pemberi kerja).
d.
Akan
membantu memajukan profesi akuntansi di Indonesia.
Dalam penerapannya, "EPA" maupun kode etik yang telah disusun diatas banyak diabaikan. Banyak yang membuka praktek "akuntansi" padahal tidak bersertifikasi, hal tersebut melanggar UU No. 34 Tahun 1954. Kemudian, dapat dilihat secara jelas bagaimana Pertamina yang menerima bantuan dana dari Bank Dunia juga diaudit/ ditangani oleh Kantor Akuntan Asing. Sampai puncaknya pada tahun 1997 ketika krisis moneter melanda kawasan Asia, dimana Indonesia mengucurkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan meminta bantuan IMF yang kemudian IMF meminta kepada "the big six" (istilah kap terbesar di dunia) untuk melakukan "due diligence" terhadap dunia perbankan yang kemudian terungkap adanya masalah struktural perbankan di tanah air (namun sampai saat ini masih belum terungkap jelas).
Akhirnya, Krisis Nasional pun terjadi, Presiden Soeharto diminta turun dari jabatannya oleh rakyat Indonesia. Kegagalannya memimpin Indonesia selama beberapa dekade ditandai dengan ia menyisakan hutang negara yang besar.
4.
Orde
Reformasi
Pada masa ini,
Indonesia dipimpin oleh Presiden B. J. Habibie, Gusdur, Megawati Soekarnoputri,
dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ("SBY") sampai dengan saat ini.
Ada 2 hal besar
yang dihadapi pemerintah pasca-Soeharto, yang berdampak pada profesi Akuntansi
di orde setelah orde baru ini adalah:
a.
Membangun
kembali perekonomian pasca krisis keuangan 1997/1998
b.
Upaya
menangani kasus korupsi dan memberantas korupsi yang masih terjadi
Di Indonesia, Etika Profesi Akuntansi ("EPA") dewasa ini khususnya kode etik Akuntan Publik dituangkan ke dalam SPAP (Standar Profesi Akuntan Publik) berdasarkan keputusan DepKeu melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) no 17 Tahun 2008 yang isinya mewajibkan akuntan dalam melaksanakan tugas dari kliennya berdasarkan SPAP. SPAP sendiri merupakan terjemahan dari International Federations of Accountans. EPA/SPAP menjadi sangat vital dikarenakan profesional di bidang akuntansi memiliki tanggung jawab yang luas, tidak hanya kepada klien atau pemberi kerja tetapi juga kepada publik atau pihak ketiga yang berkepentingan (seperti supplier, pegawai, pemerintah, creditor, dan konsumen).
Pelanggaran
terhadap SPAP tentunya akan dikenakan sanksi yang tegas seperti Pembekuan Izin
Usaha sampai dengan Pencabutan Izin Usaha. Hal ini dimaksudkan supaya
kepercayaan publik terhadap pengendalian profesi akuntansi terjaga dengan baik.